Wednesday, October 31, 2007

Pembangunan Berkelanjutan: Waktunya Mengubah Retorika Menjadi Tindakan Nyata oleh Fardah

   Jakarta, 31/10/2007 (ANTARA) - Surendra Shrestha terkenang masa kecilnya di Katmandu, ibu kota Nepal, ketika udara masih bersih dan sejuk, pegunungan Himalaya tampak putih dan jelas, serta lingkungan sekitar rumahnya masih hijau.
    "Waktu saya masih kecil di Katmandu, kami hanya perlu 15 menit untuk pergi ke mana-mana, namun kini kami perlu dua jam untuk bepergian karena macet," kata Shrestha, Direktur Regional Program Lingkungan Hidup PBB (UNEP) untuk Wilayah Asia-Pasifik, yang berkedudukan di Bangkok, Thailand.

    "Kami tidak lagi bisa melihat pegunungan Himalaya yang diselimuti salju atau mendengar nyanyian burung di sekitar rumah," ujarnya.
    Pembangunan dan pertambahan penduduk telah mengubah
Katmandu. Sekitar 20-30 tahun lalu, jumlah penduduk kota itu hanya 200.000 dan sekarang menjadi 2juta. Sungai-sungainya kini menjadi got terbuka, kata Shrestha ketika meluncurkan laporan komprehensif UNEP bertajuk "Global Environment Outlook" ke-4 atau GEO-4, di Bangkok, 26 Oktober 2007.
    
Bukan hanya Katmandu, seluruh dunia mengalami perubahan drastis secara ekonomi, sosial, dan politik sejak 1987. Jumlah penduduk dunia naik 1,7 milyar atau 34 persen menjadi 6,7 milyar, angka perdagangan meningkat tiga kali lipat dan pendapatan per orang naik 40 persen, menurut GEO-4.  
    Namun, peningkatan pendapatan tersebut sangat tidak merata sehingga angka kemiskinan masih cukup tinggi di bagian dunia tertentu, terutama di Afrika dan sebagian Asia.
    Pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi, pembangunan dan pola konsumsi telah menambah beban yang berat pada Bumi dan lingkungan hidup khususnya.
    Kepunahan keragaman hayati dapat mengancam persediaan makanan dan bahan obat-obatan, menurut laporan GEO-4.
    Laporan GEO-4 yang bertema Lingkungan untuk Pembangunan itu menyajikan hasil penelitian dan analisis oleh sekitar 400 ilmuwan dan pengambil keputusan dari berbagai negara mengenai lingkungan hidup dan pembangunan dalam 20 tahun terakhir.
    Peluncuran laporan GEO-4 itu sekaligus memperingati 20 tahun laporan Masa Depan Kita Bersama (Our Common Future) yang disusun oleh Komisi Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan (WCED) atau Komisi Brundtland, pada 1987. 
    Gro Harlem Brundtland adalah mantan Perdana Menteri Norwegia yang memimpin WCED pada waktu itu.
    Menurut Shresta, kemajuan pembangunan dan ekonomi telah merusak lingkungan hidup karena tindakan nyata untuk mengintegrasikan faktor lingkungan hidup dalam pengambilan kebijakan pembangunan dan ekonomi masih sangat minim.
    Padahal, sumber daya alam dan keragaman hayati merupakan pendukung penting pembangunan sehingga lingkungan hidup harus terus dilestarikan agar pembangunan dapat berkelanjutan seperti yang ditekankan oleh laporan WCED. 
    Wilayah Asia mengalami kemajuan pembangunan dan ekonomi yang sangat pesat dalam 20 tahun terakhir. Namun hal itu harus dibayar mahal dengan kenyataan bahwa keadaan ekosistem dan kesehatan penduduk Asia dan Pasifik, yang berjumlah empat milyar atau 60 persen dari penduduk dunia, makin memburuk dalam dua dekade belakangan.
    Penduduk Wilayah ini menghadapi sejumlah masalah lingkungan hidup yang serius, seperti pencemaran udara, krisis air bersih, berkurangnya lahan pertanian dan meningkatnya volume sampah, menurut laporan setebal 540 halaman itu.
    Mengenai kualitas udara, GEO-4 mengatakan bahwa peningkatan kebutuhan energi dan jumlah kendaraan bermotor di Asia telah menyebabkan pencemaran, dan keadaan itu diperburuk dengan asap dari kebakaran hutan.
    Di Asia, sekitar satu milyar orang terpaksa menghirup udara yang tercemar di jalanan, dan 500.000 orang meninggal secara dini setiap tahun karena pencemaran udara.
    Sedikitnya 650 juta orang di Asia Pasifik kekurangan air bersih. Di negara-negara berkembang, penyakit-penyakit seperti diare dan kolera, yang timbul karena buruknya kualitas air dan sanitasi, telah membunuh tiga juta orang, terutama balita, setiap tahun.
    GEO-4 mengatakan bahwa dampak perubahan iklim juga merupakan fakta di  wilayah Asia-Pasifik, antara lain berupa kemarau dan banjir yang makin parah, degradasi tanah, dan intrusi air laut karena permukaan laut naik.
    "Produktifitas pertanian tampaknya akan menurun cukup banyak karena peningkatan suhu dan perubahan pola hujan," kata laporan UNEP itu yang menganalisa isu-isu  seperti tanah, air, atmosfir dan keragaman hayati di berbagai belahan dunia.
                                                                                    Ekonomi hijau
    Seorang pejabat dari Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (ESCAP) mengingatkan bahwa guna memperbaiki keadaan lingkungan hidup, pertumbuhan ekonomi harus memprioritaskan peningkatan kualitas bukan hanya mengejar angka atau persentase.
    "Pertumbuhan ekonomi harus 'hijau' yang berarti kita harus mengejar perbaikan kualitas, bukan angka atau persentase semata. Sayangnya, banyak negara di Asia yang meniru pertumbuhan ekonomi AS,"  kata Rae Kwon Chung, Direktur Divisi Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan ESCAP, mengatakan dalam seminar bertema "Kembali ke Masa Depan Kita Bersama" yang diselenggarakan oleh UNEP di Bangkok, bersamaan dengan peluncuran laporan GEO-4.
    Menurutnya, pembangunan berkelanjutan, seperti yang ditegaskan dalam laporan Masa Depan Kita Bersama sangat penting untuk segera dilaksanakan dengan mengintegrasikan faktor lingkungan hidup dalam pembangunan ekonomi.
    Namun Rae Kwon Chung menyayangkan bahwa laporan Brundtland  tidak mencantumkan strategi untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan itu, yaitu konsep yang menekankan bahwa untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang, tidak boleh mengorbankan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka di masa depan.
    Demi pembangunan berkelanjutan, kebutuhan harus ditekan dan tidak semata meningkatkan suplai, katanya.
    "Mengelola kebutuhan itu penting, seperti halnya faktor kepemimpian dalam pelestarian lingkungan hidup" katanya.
    Sementara itu Direktur Regional UNEP Surendra Shrestha mengatakan bahwa sejak 20 tahun terakhir, kesadaran masyarakat dan pemimpin di dunia tentang perlunya melindungi lingkungan hidup makin meningkat, terbukti dengan semakin banyaknya pertemuan dan perjanjian tentang lingkungan hidup.
    Namun, sayangnya sejauh ini belum ada tindakan nyata yang memadai untuk melaksanakan konsep pembangunan berkelanjutan, kata Shrestha dengan nada tegas.
    "Kita perlu lebih banyak bertindak daripada sekadar menghasilkan retorika. Dan sekarang adalah waktunya untuk bertindak.  Masa depan kita bersama bergantung pada tindakan kita saat ini, bukan esok atau suatu hari kelak," kata Shrestha.
(T.F001/A/s018/s018) 31-10-2007

No comments:

Post a Comment