Sunday, December 25, 1994

Banjir Akhir-Akhir Ini Akibat Perubahan Sistem Ekologi

    Jakarta, 25/12/1994 (ANTARA) - Banjir yang terjadi di berbagai belahan dunia akhir-akhir ini akibat dampak perubahan sistem ekologi, kata Dr J.R.E. Harger, spesialis program dari UNESCO/ROSTSEA (Kantor Regional untuk Iptek bagi Asia Tenggara).
        Beberapa negara seperti Jerman, Belanda, Perancis, Indonesia dan Malaysia mengalami banjir akibat berubahnya sistem ekologi yang terjadi antara lain karena rusaknya hutan dan hilangnya keanekaragaman hayati, ujar Harger, akhir pekan ini di Jakarta.

        Menurut dia, keanekaragaman hayati mempunyai peranan penting untuk menstabilkan lingkungan. Hilangnya unsur alam ini menyebabkan sistem ekologi berubah dan pola iklim terganggu.
      "Bencana banjir itu juga merupakan bukti nyata bahwa pemanasan global telah menimpa kita. Hal ini sudah diduga sebelumnya," kata Harger, yang menggambarkan kekacauan keadaan iklim saat ini seperti halnya pola tidak teratur air yang mendidih.
        Pemanasan global juga menyebabkan bertambahnya intensitas banjir, badai dan topan, ujarnya.
        Suhu di Indonesia yang terletak di garis katulistiwa, selama 100 tahun terakhir, telah meningkat antara 1,5 dan 2 derajat Celsius, katanya.

        Keanekaragaman hayati

        Indonesia, sebagai negara yang terkaya keanekaragaman hayatinya, khususnya di Asia Tenggara, bisa menawarkan banyak kepada para pakar dunia yang ingin mempelajari masalah-masalah lingkungan hidup, ujar Dr Harger.

        Hutan Indonesia sangat kaya jenis flora dan fauna. Begitu juga dengan keanekaragaman hayati di daerah pantai dan lautan di negeri ini masih banyak yang masih utuh, tambahnya.

        Tidak seperti di Thailand, yang sering dilanda banjir dan tanah longsor karena hutannya hampir punah dan sekitar 90 persen keanekaragaman hayatinya hilang, Indonesia masih memiliki peluang untuk menata kembali sistem ekologinya, jelas Dr Harger.

        Ia berpendapat tugas paling berat yang kini dihadapi Indonesia adalah menjaga kelestarian keanekaragaman hayati yang masih banyak dimiliki.

        Menurut Harger, pakar asal Selandia Baru yang tinggal di Jakarta selama 12 tahun terakhir, Indonesia masih beruntung karena banyak negara yang sudah kehilangan keanekaragaman hayatinya.

        Dr Harger memuji Pemerintah Indonesia yang mencanangkan tahun 1993 sebagai Tahun Lingkungan Hidup.

        "Hal itu sebagai bukti komitmen Pemerintah akan kelestarian lingkungan. Namun karena sangat pentingnya isu lingkungan, kampanye itu sebaiknya diteruskan bahkan ditingkatkan hingga tahun 2000," ujarnya.

        GEF

        Penataan kembali sistem ekologi memerlukan investasi besar dan banyak penelitian, ujar pakar dari UNESCO itu. Pada tahun 1991, Fasilitas Lingkungan Global (GEF) dibentuk untuk menyediakan dana, antara lain, bagi pelestarian keanekaragaman hayati.

        Namun Harger menyesalkan, program GEF yang dikelola UNDP (Program Pembangunan PBB) dan Bank Dunia itu kurang berjalan efektif.

        Ia berpendapat, Program GEF akan lebih banyak mencapai kemajuan jika kedua lembaga pembangunan itu lebih melibatkan pakar dari lembaga spesialis seperti UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB) dan UNEP (Program Lingkungan Hidup PBB), yang banyak memfokuskan kegiatannya di bidang lingkungan hidup. (T.RI4/PU03/25/12/93 20:28/RU3)

No comments:

Post a Comment