Tuesday, August 26, 2008

BEIJING MENYULAP DIRI JADI KOTA MAJU DAN TERBUKA oleh Fardah

    Jakarta, 26/8/2008 (ANTARA) - Dua belas tahun lalu ketika penulis berkunjung ke Beijing, ibu kota China ini kurang lebih hampir sama dengan Jakarta saat ini, tapi kini Beijing telah berubah menjadi kota yang maju layaknya kota-kota besar di Amerika dan Eropa.
     Olimpiade ke-29, yang berlangsung selama 17 hari dari 8 Agustus hingga 24 Agustus 2008, tampaknya telah dijadikan momentum oleh Pemerintah China untuk memamerkan 'transformasi' wajah kota Beijing, kepada ratusan ribu wisatawan asing dan ribuan wartawan yang berkunjung ke kota itu.

     Tidak hanya Beijing, enam kota pendukung Olimpiade, yaitu Hong Kong, Shanghai, Qingdao, Tianjin, Qinhuangdao dan Shenyang, juga membangun semaksimal mungkin untuk menjelma menjadi kota yang sangat modern.
     Keseriusan Pemerintah China untuk "pamer diri" itu juga terlihat dari undangannya kepada lebih dari 200 wartawan dari negara-negara berkembang di Asia, Amerika Latin, Eropa Timur dan Afrika, untuk menyaksikan secara langsung sisi pembangunan ekonomi, sosial dan budaya China selama seminggu bersamaan dengan berlangsungnya Olimpiade.
     "Sekitar 2.000 hingga 3.000 kegiatan budaya diadakan di Beijing selama Olimpiade," kata Wakil Ketua Pelaksana Panitia Olimpiade Beijing (BOGOC) Jiang Xiaoyn kepada wartawan.
     Penyelenggaraan Olimpiade ini telah memicu modernisasi dan internasionalisasi kota Beijing, yang berpenduduk sekitar 15 juta, ujarnya kepada rombongan 62 wartawan dari 17 negara Asia, di Beijing, baru-baru ini.
     Hilang sudah kesan bahwa China adalah negara miskin dan rakyatnya jorok karena suka meludah di sembarang tempat seperti di zaman dahulu. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Terminal 3 Lapangan terbang internasional Beijing, pengunjung dibuat kagum dengan bangunan lapangan terbang yang begitu megah yang bergaya arsitektur modern dan futuristik.
     Terminal 3 yang lebih luas dari Bandara Internasional Heathrow di London ini dibangun pada tahun 2004 dengan biaya sebesar 3,5 milyar dolar AS. Terminal ini dilengkapi dengan fasilitas modern. Kran air dan penyiram kloset di toiletnya, misalnya, secara otomatis dapat mengeluarkan air dan berhenti dalam hitungan detik sehingga dapat menghemat air.
     Namun, soal keamanan di bandara ini memerlukan kesabaran tersendiri. Entah karena kebetulan penulis memakai Jilbab, petugas keamanan memeriksa penulis dari ujung kepala, selangkangan, hingga ujung kaki. Bahkan sepatu pun diminta dan dibawa pergi oleh petugas keamanan untuk diperiksa selama beberapa menit.
     Kota Beijing sendiri tampak begitu indah, hijau, bersih dan megah, karena dihiasi dengan tanaman bunga dan gedung-gedung tinggi yang baru dibangun, seperti Menara CCTV setinggi 230 meter.
     Bangunan megah lainnya yang khusus dibangun khusus untuk Olimpiade adalah Stadion Nasional 'Sarang Burung' (Bird's Nest)  yang mampu menampung 91.000 penonton. Stadion ini mempunyai lebar 330 meter, panjang 220 meter, dan tinggi 69,2 meter. Biaya pembangunannya sekitar 3,4 miliar yuan atau 423 juta dolar AS.
     Sejak 2006, sedikitnya 2,1 juta tempat tinggal baru dibangun untuk penduduk Beijing.  
     Menurut laporan UNEP (Program PBB untuk Lingkungan Hidup), selama tujuh tahun terakhir, Pemerintah China telah mengeluarkan biaya sebesar 17 miliar dolar AS, termasuk untuk perbaikan jangka panjang lingkungan kota Beijing.
     China telah menerapkan standar emisi kendaraan yang lebih ketat dan melarang penggunaan zat-zat kimia yang dapat merusak ozon.
     Pemerintah juga telah membenahi sistem transportasi di Beijing dengan membangun tiga jalur kereta api yang baru dan mengoperasikan sekitar 3.800 bus berbahan bakar gas alam.
     Tempat-tempat bersejarah di kota yang berumur lebih dari 3,000 tahun ini, seperti 'Kota Terlarang', Lapangan Tiananmen, dan Hutong masih dilestarikan dengan baik dan dipadati pengunjung.
     Pedagang kaki-lima dan sampah tidak lagi tampak di jalanan di Beijing. Penjual rokok dan koran/majalah ditampung di kios kecil yang apik, sementara petugas kebersihan selalu siap untuk menjalankan tugasnya.
     Kota Tianjin, yang berpenduduk 11 juta dan berbatasan dengan Beijing, juga berbenah habis-habisan untuk menjadi tuan rumah khusus pertandingan kualifikasi sepakbola Olimpiade 2008.
     Tianjin, kota terbesar ketiga di China setelah Beijing dan Shanghai, adalah kota pelabuhan terbesar ke-2 di China dan ke-6 terbesar di dunia.  Kota ini juga tampak sangat maju, modern, dan bersih.
     Stadion Pusat Olimpiade Tianjin, yang berbentuk seperti "tetesan air" dan  mampu menampung 60,000 orang ini, dibangun dengan biaya 1,6 miliar yuan, atau lebih dari dua triliun rupiah, kata Meng Xinadong, pejabat urusan media untuk pertandingan sepak bola Olimpiade di Tianjin kepada wartawan Asia.
     Menurut Reuters baru-baru ini, Pemerintah China mengeluarkan biaya sebesar 34 miliar dolar AS untuk penyelenggaraan Olimpiade ini, hampir seperempatnya digunakan untuk membangun fasilitas pertandingan.
     China Daily melaporkan bahwa Pemerintah China telah berhasil menurunkan angka kemiskinan dari 64 persen menjadi 10 persen dalam 25 tahun terakhir ini.  
     Xiao Huaiyun, kepala dinas penerangan Tianjin, mengatakan kepada wartawan di Tianjin beberapa hari lalu bahwa hasil pembangunan China saat ini adalah berkat visi pemimpin revolusi China Deng Xioping 30 tahun lalu yang bertekad untuk mereformasi dan membuka China.
     Pemerintah China dan rakyatnya telah membuktikan kepada diri sendiri dan dunia bahwa mereka bisa membangun negara mereka sehingga menjadi maju.
     "Kita bisa" tersebut direalisasikan dengan kerja keras, rasa bangga mereka sebagai bangsa China, dan penerapan hukum yang tegas, antara lain terbukti dari berlakunya hukuman mati untuk koruptor.
     Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah dengan tepat menggunakan slogan "kita bisa" untuk mendorong semangat membangun rakyat Indonesia, namun yang dirasakan kurang adalah rincian apa yang Indonesia ingin capai, misalnya "kita bisa mengelola sumber daya alam untuk kemakmuran bangsa", "kita bisa tidak membuang sampah sembarangan", dan "kita bisa membersihkan sungai-sungai sehingga bebas dari sampah".
     Dan jika Indonesia ingin mengejar kemajuan yang dicapai China, Indonesia juga harus berani dan bisa menerapkan hukuman mati bagi koruptor kelas kakap seperti yang dilakukan Pemerintah China.
     Bukankah penduduk mayoritas Muslim Indonesia telah mengenal hadis Nabi Muhamad SAW yang berbunyi, "Kejarlah ilmu hingga ke negeri China".
(T.F001/B/T010/T010) 26-08-2008 16:47:19

No comments:

Post a Comment