Wednesday, December 31, 2008

CATATAN AKHIR TAHUN: RI - PALESTINA MENUJU KERJASAMA NYATA Oleh Fardah


Jakarta, 31/12  (ANTARA) - Tahun 2008 berakhir, dan tidak ada tanda-tanda sedikit pun bahwa Palestina merdeka akan terwujud seperti yang dinjanjikan di Konperensi Annapolis yang disponsori AS, November 2007.
     Bahkan bukan janji tersebut yang dipenuhi, malahan bom-bom mematikan Israel yang dikirim ke Jalur Gaza, Palestina, sehingga menewaskan sekitar 375 orang and melukai lebih dari 1.700 rakyat Palestina, sejak serangan yang dimulai pada 27 Desember 2008.

     Janji kosong tersebut sebetulnya tidak mengherankan karena sejumlah pengamat menganggap bahwa Presiden AS George Bush ingin menjadikan Konperensi Annapolis itu sekedar lipstik untuk memperindah citranya yang jelek di mata masyarakat Timur Tengah dan kaum Muslim pada umumnya.
    Pemerintahan Bush mengiming-iming pemimpin negara-negara Arab dan pendukung Palestina agar bersedia hadir di Konferensi Annapolis dengan sebuah janji kemerdekaan bagi Palestina  pada akhir 2008.
    Kini tenggat waktu akhir 2008 tersebut tidak terpenuhi, dan hal ini membuktikan kegagalan Konferensi Annapolis, yang justru memperlebar perpecahan di Palestina karena pimpinan Hamas tidak diikutkan dalam konferensi itu, sementara Presiden Mahmoud Abbas diundang untuk mewakili rakyat Palestina.    
    Namun, walau kecewa dengan janji hampa AS tersebut, Palestina dan Indonesia, salah satu negara pendukung kuat Palestina, mengisi tahun 2008 dengan berbagai kegiatan kerjasama yang lebih konkrit atau nyata.
     Rakyat dan Pemerintah Indonesia termasuk yang pertama mengecam tindakan brutal Israel di Gaza. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menyatakan komitmen Indonesia untuk memberi bantuan kemanusiaan sebesar satu juta dolar AS dan obat-obatan senilai sekitar Rp2 miliar.
     Tekad Indonesia dan Palestina untuk melakukan kerjasama nyata mencuat ketika Presiden Palestina Mahmoud Abbas berkunjung ke Jakarta pada Oktober 2007.
     Dengan disaksikan oleh Presiden SBY dan Presiden Abbas, Palestina dan Indonesia mendatangani beberapa nota kesepahaman (MoU), antara lain tentang pelatihan dan kursus untuk diplomat dan polisi Palestina, kerjasama kota kembar antara Jerusalem and Jakarta, pertukaran berita antara kantor berita Palestina WAFA dan LKBN ANTARA, dan konsultasi secara teratur antara kedua pemerintahan. 
     Dubes Palestina untuk Indonesia Fariz Mehdawi mengatakan kepada ANTARA setelah kunjungan Presiden Abbas ke Jakarta, bahwa kedua bangsa telah memutuskan untuk menjalin kerjasama yang lebih konkrit dari sebelumnya yang banyak bersifat politis dan moral.
     Presiden SBY ketika menerima kunjungan Perdana Menteri Palestina Salam Fayyad di Jakarta pada Juli 2008, mengatakan Indonesia berkomitmen untuk melatih 1.000 pegawai negeri sipil (PNS) Palestina melalui program selama lima tahun.
     Pada April 2008, Departemen Luar Negeri dan Kementerian UKM RI menyelenggarakan program pelatihan di bidang usaha kecil dan menengah, yang diikuti oleh delapan pejabat dan pengusaha Palestina di Jakarta.
     Indonesia juga berhasil membawa Palestina untuk menjadi anggota penuh Uni Parlemen International (IPU) di Jenewa pada Oktober 2008, walau ada tentangan dari beberapa negara, terutama Israel.
     Sebelumnya, Palestina hanya berstatus sebagai pengamat di IPU selama 20 tahun terakhir.
     Sejumlah pertemuan internasional untuk mendukung Palestina juga diselenggarakan di Indonesia sepanjang tahun 2008.
     Pada 14-15 Mei 2008, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Kemerdekaan dan Hak untuk Kembali: Palestina dan 60 tahun Pembantaian Etnis (Nakba), yang dibuka oleh Ketua DPR Agung Laksono di Kampus UI di Depok.
      Indonesia bekerjasama dengan Afrika Selatan juga menyelenggarakan Konferensi tingkat Menteri mengenai Pengembangan Kapasitas SDM Palestina di Jakarta, 14-15 Juli 2008.
     Presiden Yudhoyono ketika membuka pertemuan tersebut di Istana Negara mengatakan bahwa kini sudah waktunya untuk melakukan kerjasama konkrit dengan Palestina, dan tidak lagi sekedar menyampaikan rasa simpati atas penderitaan rakyat Palestina.
     Ia mencontohkan bahwa Indonesia telah menyelenggarakan pelatihan bagi diplomat Palestina, antara lain dengan menyampaikan pengalaman diplomasi Indonesia untuk mencapai kemerdekaan pada zaman perjuangan dulu.
     Pelatihan peningkatan kapasitas SDM Palestina akan membantu bangsa tersebut menyiapkan diri bagi kemerdekaannya, katanya.
     Jakarta juga menjadi tuan rumah Konferensi Kemanusiaan Internasional mengenai Bantuan bagi Korban Penjajahan di Palestina, pada 31 Oktober hingga 2 November 2008, yang dihadiri oleh perwakilan 500 LSM dari 25 negara.
     Peserta pertemuan tersebut setuju untuk membantu di bidang kesehatan, sosial, ekonomi serta mendirikan Forum Pengusaha Palestina.

                      Masalah HAM
     Bagi sebagian besar rakyat Indonesia, masalah Palestina adalah masalah pelanggaran hak asasi manusia yang serius akibat penjajahan Israel, dan bukan sekedar isu umat Islam. 
     Mantan Menlu Ali Alatas, mengatakan bahwa Indonesia mendukung Palestina bukan karena faktor agama, tapi karena masalah prinsip.
     Banyak pihak yang keliru mengira bahwa dukungan Indonesia untuk Palestina karena faktor agama, kata Alatas ketika berbicara  pada pertemuan pasca Konferensi Annapolis Desember 2007.
     Dukungan Indonesia tersebut karena tuntutan UUD 1945 yang mengatakan bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh karena itu penjajahan harus dihapuskan di muka Bumi ini, ujar Alatas, yang pernah mengatakan kepada Menlu AS Condoleezza Rice di Jakarta beberapa waktu lalu bahwa Indonesia teman AS, tapi bukanlah sekutu AS.
     Menlu Hassan Wirajuda, setelah menghadiri Konferensi Annapolis di Washington DC November 2007, juga menegaskan bahwa hanya setelah Palestina memperoleh kemerdekaannya, Indonesia akan bersedia mengakui dan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
     Di forum-forum internasional seperti di PBB, khususnya ketika Indonesia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada tahun 2008, Indonesia juga tidak kenal lelah menyampaikan dukungannya untuk Palestina.
     Presiden Yudhoyono ketika berbicara di depan 200 anggota USINDO (US-Indonesia Society) di Washington DC, November 2008, mengimbau Pemerintah AS untuk mendorong terwujudnya negara Palestina yang merdeka.
    Ia menyesalkan bahwa menjelang berakhirnya tahun 2008, belum terlihat tanda-tanda akan terwujudnya kemerdekaan Palestina seperti yang dijanjikan di Annapolis.
    Oleh karena itu, Presiden berharap Pemerintahan AS berikutnya akan meneruskan upaya Presiden Bush yang belum terlaksana itu dan menjadikannya isu prioritas.
    Terwujudnya solusi dua negara (Palestina dan Israel), akan membantu mengurangi ketegangan di Timur Tengah dan membantu memperbaiki citra AS di mata kaum Muslim, kata SBY.
    Menlu Hassan Wirajuda juga pernah menegaskan bahwa perdamaian di Palestina akan membantu terciptanya perdamaian dunia.
    Presiden SBY menyatakan keyakinannya bahwa Presiden terpilih AS Barack Obama akan mampu memenuhi tantangan global trsebut.
    Barack Obama telah membuat sejarah di AS dengan terpilihnya dirinya, sebagai orang Amerika keturunan Afrika pertama, menjadi Presiden AS.
    Mampukah ia membuat sejarah sekali lagi dan mewujudkan slogan kampanyenya: "Perubahan yang Kita Bisa Yakini", dengan membantu bangsa Palestina menjadi sepenuhnya merdeka? Waktu yang akan membuktikan!
***4***
(T.F001/B/T010/T010) 31-12-2008

No comments:

Post a Comment