Jakarta, 27/3/1995 (ANTARA) - John Robin Edwards Harger, pelajar
ekologi populasi di Universitas California, Amerika Serikat, marah
ketika tumpahan minyak di perairan Santa Barbara, California, 28 Januari
1968 menyebabkan kematian biota laut yang sedang ditelitinya.
Ia lalu mulai mempertanyakan perlunya masalah lingkungan dijadikan suatu disiplin ilmu, karena kondisi lingkungan hidup semakin hari kian rusak.
"Jika kita hanya melakukan diskusi ilmiah tanpa melakukan tindakan nyata untuk melindungi lingkungan, maka sebentar lagi tidak ada yang tersisa untuk bahan penelitian," ujar Dr JRE Harger kepada ANTARA ketika ia mencoba mengenang awal keterlibatannya sebagai aktivis lingkungan.
Ia lalu mulai mempertanyakan perlunya masalah lingkungan dijadikan suatu disiplin ilmu, karena kondisi lingkungan hidup semakin hari kian rusak.
"Jika kita hanya melakukan diskusi ilmiah tanpa melakukan tindakan nyata untuk melindungi lingkungan, maka sebentar lagi tidak ada yang tersisa untuk bahan penelitian," ujar Dr JRE Harger kepada ANTARA ketika ia mencoba mengenang awal keterlibatannya sebagai aktivis lingkungan.
Ilmuwan yang dilahirkan di Selandia Baru, 7 Mei 1938, itu telah bekerja sebagai pakar kelautan UNESCO di Jakarta selama 14 tahun. Terakhir ia menjabat sebagai direktur ad interim UNESCO Jakarta hingga akhir Maret 1995.
Penerima beasiswa Fulbright ini memang sejak lama menjadi peminat masalah lingkungan hidup. Namun, tumpahan minyak yang mencemari pantai Santa Barbara telah menyentak kesadaraannya dan mendorongnya untuk menjadi "juru bicara" bagi pelestarian lingkungan.
Untuk menyuarakan isu lingkungan, Harger dan lima rekannya lalu mendirikan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mereka namakan SPEC (Society for Pollution and Environmental Control) di Vancouver, Kanada, Agustus 1969.
"Kami termasuk yang pertama yang menciptakan cara kampanye lingkungan dengan melakukan demonstrasi dan menyiapkan laporan ilmiah. Cara kami itulah yang kini digunakan oleh Greenpeace," ujar ayah dari tiga anak wanita ini.
Salah satu tindakan berani yang dilakukan kelompok itu terjadi tahun 1973 ketika mereka melancarkan unjuk rasa melawan sebuah perusahaan multinasional di sektor industri kehutanan di Kanada. Perusahaan yang mereka kecam sebagai "penjahat lingkungan" tersebut berusaha memasukkan anggota SPEC ke dalam penjara.
"Tapi kami mempunyai bukti kuat berupa laporan ilmiah serta kesaksian pekerja persuhaan tersebut," jelas Harger yang ketika itu menjadi dosen pembantu di Universitas British Columbia, Kanada.
Akhirnya, Harger tersepak juga dari universitas tempat ia bekerja karena perusahaan yang banyak memberi sumbangan keuangan kepada perguruan tinggi itu minta agar Harger dipecat.
"Hal itu merupakan pelajaran politik lingkungan hidup pertama yang saya dapatkan," ujarnya sambil terbahak-bahak.
Pelajaran paling berat yang ia pernah dapatkan mungkin ketika isterinya meninggalkannya karena menganggap Harger lebihg peduli terhadap orang lain dan lingkungan dari pada kepada keluarganya sendiri.
Menyadari mahalnya harga yang ia harus bayar, Harger berjanji untuk mengubah gaya hidupnya sejak kejadian yang menyedihkan itu. "Kamu tidak dapat mengubah dunia bila kamu tidak sanggup menjaga keluargamu sendiri," ujarnya berfilsafat.
Direhabilitasi
Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, kesadaraan masyarakat akan perlunya pelestarian lingkungan masih sangat rendah. Karena itu, Harger, si aktivis lingkungan, sering dianggap sebagai "pembuat onar" oleh sejumlah rekanya.
Dengan makin banyaknya masalah lingkungan, kesadaraan masyarakat pun ikut meningkat. Lalu, mereka yang dahulu menentang Harger mulai berusaha merehabilitasi citra si pembuat onar tersebut. Setelah 20 tahun lewat, akhirnya mereka mengundang Harger untuk menjelaskan tentang isu lingkungan dan hubungannya dengan ilmu pengetahuan pada sebuah pertemuan ilmiah di Kanada.
Harger, yang kemudian menikahi mahasiswi asal Iran di Kanada, mempunyai pengalaman kerja antara lain sebagai konsultan lingkungan hidup di Kementerian Lingkungan Hidup Iran (1974-1977) dan Badan Energi Atom Iran (1978-1979). Ia juga pernah bekerja di Badan Pengendalian Bahan Beracun di Michigan, AS, dari 1979 hingga 1980.
Berdasarkan pengalamannya di Michigan tersebut, ia membantu Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanologi (P3O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk membangun sebuah labotarium kelautan, yang termasuk terbaik di Asia Tenggara.
"Mengingat cepatnya proses industrialisasi di Indonesia, maka Indonesia perlu mengembangkan kemampuan memantau tingkat pencemaran laut," jelasnya tentang proyek pemantauan kelautan yang dilaksanakan dengan bantuan UNDP (Program Pembangunan PBB) Jakarta itu.
El Nino
Selain melukis pemandangan alam, Harger mempunyai hobi aneh, yaitu mengotak-atik data iklim Indonesia khususnya yang menyangkut El Nino, melalui analisis komputer.
El Nino merupakan suatu fenomena alam yang menyangkut peningkatan suhu Samudara Pasifik dan bisa menimbulkan kemarau panjang di negara-negara bagian barat Pasifik seperti Indonesia, Filipina dan Australia, dan banjir di bagian timur Pasifik seperti di Peru dan negara bagian California di AS.
Karena kepeduliannya akan El Nino (bahasa Sepanyol yang berarti "Si anak laki-laki"), maka tidak heran bila pakar kelautan ini memperingatkan tentang ancaman El Nino terhadap produksi pangan Indonesia, jauh sebelum Pemerintah mengumumkan tentang penurunan produksi beras tahun lalu akibat kemarahan El Nino.
Kedatangan El Nino tahun 1990, yang ternyata terus berlangsung hingga tahun ini, juga pertama kali diungkapkan di Jakarta oleh Dr. Harger.
Menyadari pentingnya peranan pers dalam menyebarkan informasi tentang lingkungan, Dr. Harger bersama dengan Martin Hadlow dari UNESCO Kuala Lumpur dan Parni Hadi dari Kantor Berita ANTARA mendirirkan sebuah jaringkan berita lingkungan yang dinamakan "Earth Wire" tahun 1992.
Earth Wire yang menerbitkan buletin "Earth Wire" dalam bahasa Inggris dan "warta Bumi" dalam bahasa Indonesia telah menyelenggarakan beberapa lokakarya dan pelatihan tentang penulisan berita lingkungan dan masalah lingkungan secara umum bagi wartawan lingkungan se-Asia Tenggara.
Golf
"Main Golf? Tak akan, karena permainan ini sangat tidak berwawasan lingkungan," ujar Harger, yang kini menjadi anggota sebuah pusat kebugaran di Jakarta. Ia dulu sering berolah raga lari di jalan raya, sebelum jalan menjadi sangat padat dan tercemar seperti saat ini.
Karena menganggap pola konsumsi Barat sebagai salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan lingkungan, ilmuwan yang senang memakai baju safari warna abu-abu ini ini memilih untuk menjadi vegetarian.
Palang Merah Indonesia (PMI) akan merasa kehilangan salah seorang donor tetapnya bila Dr Harger meninggalkan Jakarta akhir bulan ini untuk menjalankan tugasnya yang baru di kantor pusat UNESCO di Paris mulai awal April 1994.
Sejak ia pindah ke Jakarta tahun 1980, pejabat UNESCO ini mulai menyumbangkan darahnya setelah menyadari bahwa jenis darahnya, ORH-ve, termasuk langka di Indonesia.
"Sumbangan darah tersebut hanya sedikit balas jasa saya bagi masyarakat Indonesia. Saya sangat berterima kasih kepada Indonesia yang telah memperi tempat bernaung bagi saya untuk membesarkan anak-anak saya selama 14 tahun," ujar ilmuwan yang mengaku banyak belajar tentang toleransi dari bangsa Indonesia.
"Jasmani saya bisa meninggalkan Indonesia, tapi tidak batin saya," ungkapnya ketika mencoba menggambarkan kesedihannya karena harus pindah ke Paris sehubungan denan usainya masa tugasnya di Jakarta akhir bulan ini. (T.FA/RI4/OK11/22:33/RU6/28/3/95)
Oleh Fardah Assegaf. Jakarta, 27 Maret 1995
No comments:
Post a Comment