Wednesday, April 5, 1995

El Nino Masih Ancam Pengadaan Pangan Indonesia oleh Fardah

  Jakarta, 5/4/1995 (ANTARA) - Hujan yang mengguyur sebagian besar wilayah Indonesia sejak empat bulan terakhir ini menyejukkan hati masyarakat, khususnya petani yang telah gagal menuai panennya akibat kemarau panjang 1994.
       
Di pihak lain, intensitas curah hujan yang tinggi selama empat bulan terakhir itu mendatangkan banjir sehingga menggenangi ribuan hektar sawah.
        Keadaan cuaca yang "sangat panas dan kering" di musim kemarau dan "sangat basah" di musim hujan, menurut pakar kelautan yang bekerja untuk UNESCO, Dr JRE Harger terjadi akibat pengaruh El Nino.

        El Nino merupakan suatu fenomena alam yang tandai dengan peningkatan suhu air di Samudra Pasifik sebelah barat dan gelombang air hangat menuju ke bagian timur Samudara Pasifik secara teratur.
        Pemunculan El Nino berkaitan erat dengan pemanasan global, yang terjadi akibat tingginya gas rumah kaca di atmosfir.
        Fenomena alam ini dapat menyebabkan kemarau panjang di beberapa negara di barat Samudera Pasifik, seperti Indonesia, Filipina dan Australia, dan curah hujan tinggi di pantai barat Benua Amerika.
        "Kemarau El Nino biasanya selalu disusul dengan musim hujan dengan curah hujan yang tinggi," ujar Harger.
        El Nino atau El Nino Southern Oscillation (ENSO) merupakan masalah yang serius karena fenomena alam ini bisa mengancam pengadaan pangan nasional, ujar Harger yang pernah tinggal di Jakarta selama 14 tahun.
        Pada 1982-1983, El Nino telah menyebabkan kemarau panjang dan kering sehingga mengakibatkan gagalnya panen padi pada sawah seluas 420.000 hektare di berbagai wilayah Indonesia.
        Sementara menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), kemarau panjang dan kering tahun lalu menyebabkan turunnya produksi padi Indonesia sampai sekitar empat persen dibanding produksi 1993 sebesar 45,5 juta ton.
        Akibatnya, Indonesia, salah satu negara yang pernah menerima penghargaan FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian PBB) atas keberhasilannya berswasembada beras, terpaksa mengimpor 1,7 juta ton beras dari negara tetangga.
        Penyebab kebakaran hutan

        El Nino juga dituding sebagai penyebab terbakarnya hutan, perkebunan dan semak-semak seluas sekitar lima juta hektare yang tersebar di Kalimantan, Sumatera dan Jawa. Di Kalimantan pada 1982-1983 kebakaran melalap hutan seluas 3,7 juta hektare --hampir seluas Belanda.

        Bila Indonesia, Filipina dan Australia kekeringan maka sebaliknya, tahun lalu El Nino menyebabkan banjir di negara bagian Kalifornia, AS. Menurut Pusat Penerangan Amerika Serikat (USIS) banjir tersebut memakan korban delapan orang, dan menyebabkan kerugian senilai 66 juta dolar AS (sekitar Rp133 milyar).

        El Nino, baik yang "kering" maupun "basah", menurut Dr Paul Epstein dan Ross Gelbspan dalam artikel mereka di International Herald Tribune (IHT), Jum'at (31/3), telah menyebabkan kematian hewan mamalia laut.

        Penyakit seperti malaria, kolera hepatitis, muntaber dan disentri juga dikabarkan berkembang biak dengan cepat pada musim kemarau yang didampingi El Nino.

        Kemarau membantu hama tanaman maupun wabah penyakit berkembang biak dengan baik, sementara banjir menyebabkan jamur tumbuh subur, menurut kedua pakar lingkungan tersebut dalam artikel mereka.

        Di Indonesia, menurut Menteri Pertanian Sjarifuddin Baharsjah, hama tungro dan wereng telah menyerang sekitar 9000 hektar sawah yang ditanami padi tahun ini. Untuk menghadapi serangan hama tanaman tersebut, Pemerintah telah menyediakan bibit padi unggul, yaitu IR36 dan IR74, yang tahan terhadap serangan hama.

       

        "Untungnya, kedatangan dan perkembangan ENSO ini bisa diperkirakan," kata Dr Harger yang sejak 1987 mengumpulkan data-data cuaca Indonesia untuk mempelajari pola El Nino.

        "Sudah waktunya bagi Indonesia untuk memberi prioritas pada usaha meningkatkan kemampuan meramal cuaca," ujar pakar UNESCO yang mengkhawatirkan dampak El Nino pada produksi pertanian Indonesia.

        Indonesia memiliki semua data-data dan unsur-unsur yang diperlukan untuk mempelajari fenomena alam tersebut, katanya.

        "Bila sudah mengerti pola El Nino, pakar serta pejabat Indonesia dapat membantu petani merencanakan waktu tanam mereka," jelasnya.

        Karena analisa tentang fenomena alam ini menyangkut data cuaca serta berhubungan dengan Samudra Pasifik, maka menurut Harger koordinasi dengan sejumlah instansi pemerintah khususnya Angkatan Laut, Departemen Pertanian, BMG serta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mutlak dilakukan.

        Luar biasa

        Sejak 1990 sampai 1994, ENSO setiap tahun berulang kali mempengaruhi iklim sebagian besar wilayah Indonesia, Filipina dan Australia serta beberapa negara bagian Amerika Serikat seperti Kalifornia.

        Berlangsungnya El Nino selama lima tahun berturut-turut merupakan hal yang luar biasa dan pertama kalinya tercatat dalam sejarah. Sejak 1877, El Nino terpanjang terjadi tiga tahun berturut-turut.

        Kembalinya El Nino pada 1994 di Samudra Pasifik telah menyebabkan perubahan cuaca cukup drastis di wilayah tersebut, termasuk Amerika Serikat, ujar Vernon Kousky, ilmuwan peniliti yang bekerja di Pusat Analisa Iklim AS.

        "Para pakar iklim tidak menduga bahwa El Nino akan berlangsung selama ini," ujar Kousky sebagaimana dikutip dalam siaran pers Pusat Informasi AS.

        Tahun El Nino ganda --pola El Nino yang normal--, menurut Dr Harger tercatat pada 1877-78, 1880-81, 1899-1900, 1904-05, 1913-14, 1918-19, 1925-26, 1940-41, 1944-45, 1957-58, 1968-69, 1982-83 dan 1986-87.

        "Perubahan iklim global, juga pemanasan global, menyebabkan intensitas dan pola El Nino memang turut berubah," ujar Dr Harger.

        Pemanasan global (global warming) yang dikabarkan telah menaikkan suhu bumi hingga sekitar 0,5 derajat Celsius turut meningkatkan intensitas panas pada musim kemarau yang datangnya bersamaan dengan El Nino.

        Untuk Indonesia, intensitas panas tersebut menjadi lebih tinggi karena negara tropis ini terletak di garis katulistiwa.

        Sampai saat ini El Nino masih berlangsung seperti yang diramalkan Badan Meteorologi Jepang maupun Australia.

        "Bila kita mengikuti pola normal El Nino, walau El Nino masih berlanjut saat ini, kemarau tahun 1995 kemungkinan tidak akan sekering tahun lalu," pakar dari UNESCO tersebut meramalkan. (T. FA/ri4/SP05/13:40/RU3/15.28)

Oleh Fardah Assegaf. Jakarta, 5 April 1995

No comments:

Post a Comment