Jakarta, 13/3/2006 -
Pada suatu hari pada tahun 1993, Dubes Palestina untuk Indonesia Ribhi Y
Awad menerima informasi dari pejabat PLO (Organisasi Pembebasan
Palestina) pimpinan Yasser Arafat bahwa Kedubes Palestina di Jakarta
akan ditutup karena PLO bangkrut.
PLO, yang ketika itu merupakan otoritas Palestina, akan menutup 26 kedubes Palestina di negara-negara Afrika dan Asia, termasuk Indonesia, karena kesulitan keuangan.
PLO, yang ketika itu merupakan otoritas Palestina, akan menutup 26 kedubes Palestina di negara-negara Afrika dan Asia, termasuk Indonesia, karena kesulitan keuangan.
"Saya lalu menyampaikan berita itu kepada Bambang Soeharto. Saya katakan padanya, tolong sampaikan kepada Ayah anda bahwa Kedubes Palestina akan ditutup," ujar Dubes Awad dalam wawancara dengan ANTARA di Jakarta, Senin (13/3).
Kemudian Dubes Awad mendapat jawaban dari Pemerintah Indonesia yang ketika itu dipimpin oleh Presiden Soeharto bahwa Kedubes Palestina akan tetap buka dengan bantuan Indonesia.
"Ketika itu saya mendapat jawaban bahwa Kedubes Palestina akan tetap ada di Jakarta dengan bantuan berbagai pihak. Kami tidak akan pernah lupa akan bantuan mulia bangsa Indonesia ini. Terus terang, tanpa bantuan Indonesia, kedubes ini sudah tutup sejak 12 tahun lalu," kata Awad yang bertugas di Jakarta sejak 1992.
Menurutnya, dukungan dan bantuan rakyat dan Pemerintah Indonesia, dari era Soeharto hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, akan selalu terukir di hati dan ingatannya.
Ia juga mengenang jasa-jasa almarhum Lukman Harun, tokoh Muhammadiyah, dan rekannya Fahmi Hatib, yang gigih membantu Palestina.
"Pernah ada serombongan orang datang ke Kedubes untuk menyatakan solidaritasnya terhadap Palestina, dan secara spontan mereka mengumpulkan uang untuk diberikan kepada rakyat Palestina. MUI dan Republika juga pernah mengumpulkan dana untuk membantu Intifada," kata Dubes yang akan segera mengakhiri masa tugasnya di Jakarta, April mendatang. Menulis tiga buku
Dubes, yang beristerikan seorang wanita Indonesia dari Menado dan dikarunia dua anak berusia masing-masing lima dan tiga tahun itu, kini sedang sibuk menyelesaikan penerbitan tiga buku yang ditulisnya.
"Saya menulis sebuah buku setebal sekitar 1.200 halaman dalam bahasa Indonesia dengan bantuan penerjemah saya, dengan judul 'Ensiklopedia Palestina'. Buku yang satu lagi setebal 500 halaman, berjudul 'The Envoy's Guides', saya tulis dalam bahasa Arab dan diperuntukkan bagi diplomat Arab yang bertugas di Indonesia," katanya.
Buku yang ketiga adalah sebuah booklet yang ditulis oleh Dubes Awad dalam bahasa Indonesia dengan judul "Arafat dan saya", yang merupakan memoir Arafat sebagai sosok yang ia kenal.
Awad, yang telah menjalani karir sebagai diplomat Palestina selama 39 tahun, mengenal Arafat sejak tahun 1963 dan menjadi cukup dekat setelah pertemuan di berbagai negara seperti di Mesir, Lebanon, Suriah, dan Abu Dhabi.
"Kami berbicara lewat telpon beberapa kali. Kadang-kadang saya sepaham dengan Arafat, tapi tak jarang juga kami beda pendapat, misalnya soal perjanjian Oslo. Saya katakan saya tidak setuju dengan perjanjian Oslo, dan siap untuk ditarik pulang karena perbedaan pendapat ini," ujarnya.
Pada waktu itu, September 1993, Yasser Arafat sedang singgah di Indonesia selama satu hari untuk menjelaskan kepada Pemerintah Indonesia tentang hasil-hasil perjanjian Oslo.
"Arafat lalu mengatakan, Kamu tetap disini saja, karena sudah banyak orang yang kritis dan vokal di Palestina. Saya tidak perlu tambahan lagi," kata Awad mengenang pembicaraannya dengan Arafat.
Ribhi Awad dengan mata berkaca-kaca menyatakan isi hatinya yang agak berat untuk meninggalkan Indonesia, terutama karena tidak bisa langsung membawa isteri dan anak-anaknya ke Palestina.
"Saya harus melihat situasi terlebih dahulu dan mendapatkan izin dari Israel yang masih mengontrol perizinan bagi rakyat Palestina yang ingin ke luar negeri atau pulang ke Palestina," katanya.
Awad memuji kebijakan Pemerintah Indonesia, yang sesuai dengan keinginan rakyat Indonesia, baik yang beragama Islam maupun pemeluk agama lainnya, untuk tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel selama negara Zionis itu masih menjajah Palestina.
"Rakyat Palestina menghargai komitmen rakyat dan Pemerintah Indonesia yang tetap menjadi pendukung paling setia terhadap perjuangan Palestina dari dulu hingga kini. Dan bahkan saya yakin, komitmen itu akan terus berlanjut sampai Palestina mendapatkan kedaulatannya sebagai negara merdeka," kata Dubes Awad. (t/f001/S018/b) (T.F001/B/s018/s018) 13-03-2006 18:21:26
No comments:
Post a Comment