Jakarta, 28/11/2014 (Antara) - Pada 24 November 1949, 65 tahun yang lalu,
Filipina membuka kantor konsulatnya di Jalan Imam Bonjol, Jakarta, yang
menandai terjalinnya hubungan diplomasi resmi kedua negara dan tak lama
kemudian Indonesia pun membuka konsulat di Manila.
Kedua bangsa memiliki sejumlah kesamaan secara historis, etnis, budaya,
geografis dan ekonomi yang merupakan aset yang dapat dikembangkan bagi
kesejahteraan rakyat masing-masing negara.
"Filipina selalu menghargai hubungan bilateral dengan Indonesia. Selama
65 tahun menjalin hubungan diplomatik, tidak pernah terjadi
kesalahpahaman yang serius antara Indonesia dan Filipina," kata Kuasa
Usaha Filipina di Jakarta, Roberto C. Manalo pada acara "Konperensi
Investasi 2014 antara Filipina dan Indonesia @65: Mitra dalam
Pertumbuhan" yang diselenggarakan di Jakarta, 27 November 2014.
Bulan Mei 2014, Indonesia dan Filipina menoreh sejarah dengan
menandatangani perjanjian penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif, yang
diharapkan bisa menjadi tauladan bagi penyelesaian sengketa batas
maritim di wilayah Asia.
Menurut Roberto, Indonesia dan Filipina dapat menjadi mitra bisnis yang sempurna, tapi kenyataannya berbeda bila dilihat dari angka-angka statistik di bidang perdagangan maupun investasi, yang menurutnya nilainya masih kecil.
Menurut Roberto, Indonesia dan Filipina dapat menjadi mitra bisnis yang sempurna, tapi kenyataannya berbeda bila dilihat dari angka-angka statistik di bidang perdagangan maupun investasi, yang menurutnya nilainya masih kecil.
"Pengusaha Filipina lebih senang berdagang dengan mitra dari negara
lain seperti Thailand, begitu pula dengan Indonesia yang lebih banyak
mengimpor barang dari negara lain walaupun Filipina juga memproduksi
barang tersebut," ujar Roberto.
Dia mencontohkan Filipina merupakan negara penghasil kapal terbesar di
Asia, setelah Tiongkok dan Jepang. Dia menawarkan kapal produk negaranya
kepada Indonesia yang bertekad untuk membangun bidang kelautannya.
Selain itu, sebagai penghasil rumput laut terbesar di dunia, Filipina
dan Indonesia bisa bermitra dan bersinergi di pasar global, dari pada
bersaing, tegasnya.
"Kepada pengusaha dan investor Filipina, cobalah tengok Indonesia. Dan
begitu pula dengan pengusaha dan investor Indonesia, anda akan terkejut
bila melihat peluang-peluang yang ada di Filipina," katanya kepada
sejumlah pengusaha yang hadir pada acara tersebut.
Direktur Jenderal untuk Urusan Asia-Pasifik dan Afrika Kementerian Luar
Negeri RI (Kemenlu), Yuri O Thamrin, sebagai pembicara utama pada acara
tersebut, menyampaikan kepada pengusaha Filipina bahwa Pemerintah
Indonesia kini sedang mengubah "red tape" (peraturan birokrasi yang
berbelit-belit) menjadi "red carpet" (karpet merah) bagi investor.
"Pemerintah mendorong partisipasi sektor swasta dalam bidang
perdagangan, investasi dan pembangunan infrastruktur serta menyiapkan
para diplomatnya agar "commercially-minded" (berpikir lebih ke arah
bisnis)," katanya.
Ia menjelaskan para diplomat dituntut untuk bisa menarik lebih banyak wisatawan asing dan investor ke Indonesia serta "blusukan" guna mencari peluang-peluang bisnis.
Ia menjelaskan para diplomat dituntut untuk bisa menarik lebih banyak wisatawan asing dan investor ke Indonesia serta "blusukan" guna mencari peluang-peluang bisnis.
Yuri melihat banyak peluang kerja sama usaha dan investasi yang bisa digali antara Indonesia dan Filipina.
Ia juga menyarankan agar kedua negara yang banyak mengirim tenaga kerja
ke luar negeri itu, menjalin kerja sama yang lebih erat menyangkut
perlindungan hak-hak tenaga kerja migran dan peningkatan kesejahteraan
serta martabat mereka.
"Para pejabat kedua negara harus bekerja lebih keras dan lebih baik
lagi agar kerja sama yang lebih erat antara Indonesia dan Filipina
terwujud," tegas diplomat senior Indonesia itu.
Presiden dan CEO Otoritas Pembangunan dan Pengalihan Fungsi Landasan,
Jaksa Arnel Paciano Casanova mengatakan Indonesia dan Filipina saat ini
disebut sebagai "macan-macan baru", seiring dengan makin berkembangnya
perekonomian kedua negara tersebut.
"Lebih dari 20 perusahaan di Filipina, seperti Potato Corner,
Gingersnaps, Penshoppe dan Julie's Bakeshop, beroperasi di Indonesia,
dan beberapa perusahaan Indonesia mengembangkan bisnisnya di Filipina,"
katanya.
Pada 2013, Indonesia berada di urutan 11 sebagai negara mitra dagang
terbesar Filipina. Nilai perdagangan bilateral mencapai 3,62 miliar
dolar AS pada tahun 2013, dengan surplus sebesar 1,95 miliar dolar AS
dinikmati Indonesia.
Namun, dia menyayangkan bahwa jumlah wisatawan Indonesia yang ke
Filipina hanya 45.000 orang, sementara dari Filipina ke Indonesia hanya
129.000 orang pada tahun 2013.
Kepada pengusaha Indonesia, ia menawarkan peluang-peluang bisnis
khususnya di Clark Green City, sebuah proyek pembangunan kota yang
bernilai 14 miliar dolar AS.
"Clark Green City diharapkan akan menjadi kota pertama yang secara
teknologi terintegrasi dan termodern di Filipina," jelasnya.
Sejumlah peluang bisnis dan kemudahan investasi di Indonesia juga
ditawarkan kepada Filipina oleh Deputi Direktur untuk Promosi Investasi
BKPM Nurul Ichwan pada Konperensi Investasi itu.
Ia menyebutkan pengurusan izin akan berada di bawah satu atap. Tanpa
banyak jendela, jadi tidak akan ada lagi proses perizinan berlama-lama
di kementerian atau instansi teknis yang lain.
"Presiden telah menugaskan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) agar
dalam waktu enam bulan sudah bisa menyiapkan sistem perizinan investasi
yang lebih murah, lebih cepat dan lebih sederhana, untuk menarik minat
investor dan menciptakan lapangan kerja," katanya.***2***
(T.F001)
(T.F001/B/A. Salim/A. Salim) 28-11-2014 16:05:47
(T.F001)
(T.F001/B/A. Salim/A. Salim) 28-11-2014 16:05:47
No comments:
Post a Comment