Tokyo,
28/9/1992(ANTARA) - Pertemuan Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Jepang
Kiichi Miyazawa di Tokyo, Senin petang, dapat dianggap sebagai bagian dari
dialog Utara-Selatan yang ingin dihidupkan kembali oleh Gerakan Non Blok (GNB)
di bawah kepemimpinan Indonesia.
Perdana Menteri Jepang Kiichi Miyazawa mengatakan pertemuannya dengan Presiden Soeharto yang berlangsung hampir dua jam itu dapat dianggap sebagai bagian dari dialog Utara-Selatan, kata Mensesneg Moerdiono kepada wartawan di hotel Imperial, Tokyo, Senin malam.
"Kita pun menganggap pertemuan
itu sebagai bagian dari dialog Utara-Selatan," kata Mensesneg. Perdana Menteri Jepang Kiichi Miyazawa mengatakan pertemuannya dengan Presiden Soeharto yang berlangsung hampir dua jam itu dapat dianggap sebagai bagian dari dialog Utara-Selatan, kata Mensesneg Moerdiono kepada wartawan di hotel Imperial, Tokyo, Senin malam.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Kantor Perdana Menteri Jepang itu, kata Moerdiono, PM Miyazawa berjanji akan memikirkan sungguh- sungguh bagaimana Jepang dapat ikut melaksanakan hasil-hasil KTT GNB ke-10.
Kepada PM Miyazawa, menurut Mensesneg, Kepala Negara menjelaskan hasil-hasil fundamental KTT, antara lain hilangnya keraguan bahwa GNB tidak relevan lagi setelah berakhirnya perang dingin, dan makin besarnya prioritas untuk kerja sama ekonomi tanpa melalaikan bidang politik.
Selain itu, katanya, makin besarnya perhatian terhadap kerja sama Selatan-Selatan dan munculnya kembali semangat kemitraan antara Utara-Selatan, tidak hanya Selatan-Selatan.
Semangat kemitraan Utara-Selatan itu akan menggantikan sikap konfrontatif yang terasa sebelumnya, kata Moerdiono mengutip penjelasan Presiden kepada Miyazawa.
Menurut Mensesneg, dalam jawabannya atas penjelasan Kepala Negara mengenai hasil-hasil KTT itu, PM Miyazawa juga mengatakan KTT yang berlangsung di Jakarta 1-6 September itu mencerminkan adanya pertukaran pikiran yang sangat konstruktif antara anggota GNB.
Selain itu, PM Miyazawa menyampaikan penghargaan dan rasa kagumnya pada kepemimpinan Indonesia, khususnya Presiden Soeharto, dalam KTT GNB tersebut, dan mengharapkan Indonesia akan melaksanakan kepemimpinan konstruktif dalam masa tiga tahun jabatannya sebagai Ketua GNB.
Dalam pertemuan itu, Presiden Soeharto menyampaikan "Dokumen Akhir" (final document) KTT GNB ke-10.
Menurut Mensesneg, Presiden Soeharto mengatakan kepada Miyazawa bahwa ia bermaksud menjelaskan pula tentang hasil-hasil KTT GNB di Jakarta kepada anggota Kelompok Tujuh Negara Industri Maju (G-7) lainnya.
Dalam tanggapannya, menurut Moerdiono, Miyazawa mengatakan Jepang akan mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh bagaimana caranya memulai dialog Utara-Selatan, dan sepenuhnya akan berkonsultasi dengan Presiden Soeharto.
Seperti yang disampaikan Kepala Negara kepada Presiden Korea Selatan Roh Tae-Woo dan PM Selandia Baru dalam pertemuan di New York pekan lalu, dalam pembicaraannya dengan Miyazawa disampaikan pula undangan agar Jepang turut membantu kerja sama Selatan-Selatan yang, menurut Moerdiono, kadang-kadang terganggu karena kurangnya dana.
Mengenai hubungan bilateral, kedua pemimpin
Pemerintahan itu menyatakan puas atas hubungan bilateral yang berlangsung
sangat baik.
Presiden juga menyampaikan penghargaannya atas perhatian besar Jepang membantu pembangunan indonesia. juga, disampaikan rasa terima kasih Indonesia atas kepeloporan Jepang mewujudkan Sidang CGI (Consultative Group for Indonesia) sebagai ganti IGGI (Intergovernmental Group on Indonesia).
Menurut Mensesneg, Kepala Negara menilai peranan Jepang dalam membantu perekonomian Indonesia khususnya berupa pinjaman dan investasi berperanan sangat positif dalam membantu pembangunan Indonesia.
Diharapkan, Jepang akan meningkatkan peranannya tersebut di tahun-tahun mendatang, khususnya di bidang ekspor nonmigas Indonesia dan pariwisata.
Menurut Moerdiono, keinginan Indonesia itu dipahami dan disetujui sepenuhnya oleh PM Miyazawa, karena hal itu juga menyangkut kepentingan Jepang.
Kepada pihak Jepang dijelaskan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang terus dilaksanakan Indonesia, dan terbentuknya Tim Khusus Pengendalian Pinjaman Luar Negeri (TKPLN) untuk menangani pinjaman-pinjaman komersial luar negeri terutama bagi pihak swasta, dan Pemerintah sangat mendorong penanaman modal asing langsung.
Ia menjelaskan pentingnya pembangunan proyek olefin, pusat aromatik, dan alumina untuk mendorong ekspor nonmigas.
Kepala Negara mengharapkan dukungan Jepang bagi pihak swasta yang akan menangani proyek tersebut.
Presiden juga menekankan pentingnya peningkatan arus wisatawan Jepang ke Indonesia, dan untuk itu perlu didukung dengan kelancaran penerbangan untuk mengangkut wisatawan tersebut.
Dalam pertemuan itu, Presiden Soeharto didampingi oleh Mensesneg Moerdiono, penasehat ekonomi Pemerintah Widjojo Nitisastro, Dubes Indonesia untuk Jepang Poedji Koentarso, di pihak Jepang, Perdana Menteri Miyaza didampingi oleh Sekretaris I Kabinet Koichi Kato, Dubes Jepang untuk Indonesia Michihiko Kunihiro.
Keterangan Mensesneg itu disampaikan kepada wartawan seusai acara jamuan makan malam oleh PM Miyazawa untuk menghormati Presiden dan Ibu Tien Soeharto, yang dihadiri pula oleh Moerdiono, Menlu Michio Watanabe, Ny Ali Alatas, Dubes Koentarso, dan Dubes Kunihiro masing- masing dengan isteri, serta Dubes Jepang yang akan menggantikan Kunihiro, Kimio Fujita.
Rombongan Kepala Negara dijadualkan kembali ke Tanah Air hari Selasa pukul 14.00 waktu Tokyo seusai menerima kunjungan kehormatan Menlu Watanabe di hotel Imperial, tempat Presiden dan rombongan bermalam selama kunjungan kerja tiga hari di Jepang.
(T.TN-01/KL-02/PU-07/1992-09-29-00:27)
Presiden juga menyampaikan penghargaannya atas perhatian besar Jepang membantu pembangunan indonesia. juga, disampaikan rasa terima kasih Indonesia atas kepeloporan Jepang mewujudkan Sidang CGI (Consultative Group for Indonesia) sebagai ganti IGGI (Intergovernmental Group on Indonesia).
Menurut Mensesneg, Kepala Negara menilai peranan Jepang dalam membantu perekonomian Indonesia khususnya berupa pinjaman dan investasi berperanan sangat positif dalam membantu pembangunan Indonesia.
Diharapkan, Jepang akan meningkatkan peranannya tersebut di tahun-tahun mendatang, khususnya di bidang ekspor nonmigas Indonesia dan pariwisata.
Menurut Moerdiono, keinginan Indonesia itu dipahami dan disetujui sepenuhnya oleh PM Miyazawa, karena hal itu juga menyangkut kepentingan Jepang.
Kepada pihak Jepang dijelaskan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang terus dilaksanakan Indonesia, dan terbentuknya Tim Khusus Pengendalian Pinjaman Luar Negeri (TKPLN) untuk menangani pinjaman-pinjaman komersial luar negeri terutama bagi pihak swasta, dan Pemerintah sangat mendorong penanaman modal asing langsung.
Ia menjelaskan pentingnya pembangunan proyek olefin, pusat aromatik, dan alumina untuk mendorong ekspor nonmigas.
Kepala Negara mengharapkan dukungan Jepang bagi pihak swasta yang akan menangani proyek tersebut.
Presiden juga menekankan pentingnya peningkatan arus wisatawan Jepang ke Indonesia, dan untuk itu perlu didukung dengan kelancaran penerbangan untuk mengangkut wisatawan tersebut.
Dalam pertemuan itu, Presiden Soeharto didampingi oleh Mensesneg Moerdiono, penasehat ekonomi Pemerintah Widjojo Nitisastro, Dubes Indonesia untuk Jepang Poedji Koentarso, di pihak Jepang, Perdana Menteri Miyaza didampingi oleh Sekretaris I Kabinet Koichi Kato, Dubes Jepang untuk Indonesia Michihiko Kunihiro.
Keterangan Mensesneg itu disampaikan kepada wartawan seusai acara jamuan makan malam oleh PM Miyazawa untuk menghormati Presiden dan Ibu Tien Soeharto, yang dihadiri pula oleh Moerdiono, Menlu Michio Watanabe, Ny Ali Alatas, Dubes Koentarso, dan Dubes Kunihiro masing- masing dengan isteri, serta Dubes Jepang yang akan menggantikan Kunihiro, Kimio Fujita.
Rombongan Kepala Negara dijadualkan kembali ke Tanah Air hari Selasa pukul 14.00 waktu Tokyo seusai menerima kunjungan kehormatan Menlu Watanabe di hotel Imperial, tempat Presiden dan rombongan bermalam selama kunjungan kerja tiga hari di Jepang.
(T.TN-01/KL-02/PU-07/1992-09-29-00:27)
No comments:
Post a Comment