Jakarta, 11/2/1994
(ANTARA) - Menteri Luar Negeri Palestina Farouk Khadoumi di Jakarta,
Jumat, menyatakan penghargaannya yang besar kepada Pemerintah Indonesia
atas sikap tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel sebelum
negara Palestina merdeka terwujud.
"Presiden Soeharto sudah mengatakan dengan tegas kepada PM Yitzhak Rabin bahwa Indonesia tidak siap untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel kecuali bila Israel mundur dari seluruh tanah Palestina yang diduduki dan Palestina mendapatkan kemerdekaannya. Kami sangat berterimakasih atas sikap Pemerintah Indonesia tersebut," ujar Menlu Khadoumi kepada ANTARA.
Khadoumi, salah seorang pendiri Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), sedang berada di Indonesia untuk menghadiri pertemuan konsultatif tingkat menteri Gerakan Non-Blok (GNB) yang berlangsung 9-10 Februari.
Menlu mengharapkan agar apa yang telah dicapai oleh Presiden Yasser Arafat dan Menlu Israel Shimon Peres dalam pertemuan selama tiga hari belakangan di Kairo benar-benar merupakan terobosan.
"Tapi saya meragukannya, karena Israel selama ini belum memenuhi janji dan tidak mematuhi perjanjian- perjanjian yang telah dicapai," kata Khadoumi.
Peranan Sponsor
Ia berpendapat bahwa proses perjanjian damai antara Palestina dan Israel bisa dipercepat bila peranan badan- badan internasional dan negara-negara yang mensonpsori pertemuan itu ditingkatkan.
"Tanpa peranan aktif negara sponsor, khususnya AS, akan sulit mencapai terobosan berarti," ujarnya.
Menurutnya, tekanan AS terhadap Israel, yang sangat tergantung pada bantuan ekonomi dari AS, perlu guna mempercepat proses perdamaian di Timur Tengah.
Mantan Presiden George Bush telah membuktikan hal itu ketika terjadi Perang Teluk. "Ketika Bush minta agar Israel tidak membalas serangan rudal Irak, buktinya Israel menurutinya," jelasnya.
Ia juga berpendapat selama Palestina tetap diduduki, belum waktunya bagi negara-negara Arab untuk mencabut embargo ekonomi terhadap Israel seperti yang diminta oleh negara Yahudi tersebut maupun sekutu utamanya, AS.
Menlu Khadoumi mengatakan bahwa selama beberapa dekade Israel selalu menggunakan alasan keamanan untuk menunda- nunda perdamaian padahal persenjataan negara Zionis ini yang terkuat di Timur Tengah.
Ia memandang pembicaraan damai antara PLO dan Israel selama ini tidak adil karena Dewan Keamanan PBB tidak berbuat apa-apa untuk membuat Israel mematuhi perjanjian yang telah disepakati di Washington DC September 1993, yaitu penarikan pasukan Israel dari Gaza dan Jericho di Tepi Barat.
Menlu juga meminta penyelesaian yang adil terhadap masalah pengungsi Palestina yang tersebar di berbagai negara, khususnya hak mereka untuk pulang ke tanah air.
Dikatakan bahwa dia tak mau banyak berperan dalam proses perjanjian damai karena keberatan akan beberapa hal dalam deklarasi perjanjian Paletina-Israel.
"Ada dasar utama yang hilang dalam deklarasi itu, yaitu 'tanah bagi perdamaian' (land for peace)," tegasnya dalam wawancara yang dihadiri pula oleh Dubes Palestina untuk Indonesia Ribhi Awad. (T.RI4/DN03/11/02/94 14:13/RU3)
"Presiden Soeharto sudah mengatakan dengan tegas kepada PM Yitzhak Rabin bahwa Indonesia tidak siap untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel kecuali bila Israel mundur dari seluruh tanah Palestina yang diduduki dan Palestina mendapatkan kemerdekaannya. Kami sangat berterimakasih atas sikap Pemerintah Indonesia tersebut," ujar Menlu Khadoumi kepada ANTARA.
Khadoumi, salah seorang pendiri Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), sedang berada di Indonesia untuk menghadiri pertemuan konsultatif tingkat menteri Gerakan Non-Blok (GNB) yang berlangsung 9-10 Februari.
Menlu mengharapkan agar apa yang telah dicapai oleh Presiden Yasser Arafat dan Menlu Israel Shimon Peres dalam pertemuan selama tiga hari belakangan di Kairo benar-benar merupakan terobosan.
"Tapi saya meragukannya, karena Israel selama ini belum memenuhi janji dan tidak mematuhi perjanjian- perjanjian yang telah dicapai," kata Khadoumi.
Peranan Sponsor
Ia berpendapat bahwa proses perjanjian damai antara Palestina dan Israel bisa dipercepat bila peranan badan- badan internasional dan negara-negara yang mensonpsori pertemuan itu ditingkatkan.
"Tanpa peranan aktif negara sponsor, khususnya AS, akan sulit mencapai terobosan berarti," ujarnya.
Menurutnya, tekanan AS terhadap Israel, yang sangat tergantung pada bantuan ekonomi dari AS, perlu guna mempercepat proses perdamaian di Timur Tengah.
Mantan Presiden George Bush telah membuktikan hal itu ketika terjadi Perang Teluk. "Ketika Bush minta agar Israel tidak membalas serangan rudal Irak, buktinya Israel menurutinya," jelasnya.
Ia juga berpendapat selama Palestina tetap diduduki, belum waktunya bagi negara-negara Arab untuk mencabut embargo ekonomi terhadap Israel seperti yang diminta oleh negara Yahudi tersebut maupun sekutu utamanya, AS.
Menlu Khadoumi mengatakan bahwa selama beberapa dekade Israel selalu menggunakan alasan keamanan untuk menunda- nunda perdamaian padahal persenjataan negara Zionis ini yang terkuat di Timur Tengah.
Ia memandang pembicaraan damai antara PLO dan Israel selama ini tidak adil karena Dewan Keamanan PBB tidak berbuat apa-apa untuk membuat Israel mematuhi perjanjian yang telah disepakati di Washington DC September 1993, yaitu penarikan pasukan Israel dari Gaza dan Jericho di Tepi Barat.
Menlu juga meminta penyelesaian yang adil terhadap masalah pengungsi Palestina yang tersebar di berbagai negara, khususnya hak mereka untuk pulang ke tanah air.
Dikatakan bahwa dia tak mau banyak berperan dalam proses perjanjian damai karena keberatan akan beberapa hal dalam deklarasi perjanjian Paletina-Israel.
"Ada dasar utama yang hilang dalam deklarasi itu, yaitu 'tanah bagi perdamaian' (land for peace)," tegasnya dalam wawancara yang dihadiri pula oleh Dubes Palestina untuk Indonesia Ribhi Awad. (T.RI4/DN03/11/02/94 14:13/RU3)
No comments:
Post a Comment