Jakarta, 24/9/1994
(ANTARA) - Gajah merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan
pembangunan yang berwawasan lingkungan di Pulau Sumatera, kata Direktur
Bina Program, Departemen Kehutanan, Effendy A. Sumardja kepada wartawan
di Jakarta, Sabtu.
Perencanaan dengan mempertimbangkan keberadaan gajah perlu dilakukan guna menghindari konflik antara manusia dan hewan cerdas tersebut, ujar Effendy.
Perencanaan dengan mempertimbangkan keberadaan gajah perlu dilakukan guna menghindari konflik antara manusia dan hewan cerdas tersebut, ujar Effendy.
Menurut dia, konflik bisa timbul mengingat proyek-proyek pembangungan tertentu seperti pembangunan pemukiman transmigrasi, perkebunan dan HPH (hak pengusahaan hutan) memerlukan lahan yang luas, begitu pula dengan gajah yang populasinya makin meningkat dan memang mempunyai pola bergerak tertentu.
Guna menghindari konflik yang sering menimbulkan kerugian besar karena pengrusakan yang dilakukan gajah dan terkadang meminta korban nyawa manusia itu, dia menekankan pentingnya kerjasama intrasektoral, khususnya antara Departemen Kehutanan, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Departemen Transmigrasi dan Departemen Dalam Negeri.
Perencanaan tersebut antara lain meliputi usaha menghindari membangun proyek dalam habitat utama gajah, membuat parit atau pagar di sekeliling habitat gajah atau melatih gajah-gajah tersebut agar dapat dimanfaatkan untuk kegiatan tertentu, tambahnya.
Populasi gajah di Sumatera diperkirakan mencapai sekitar 4.000 yang tersebar di 44 lokasi utama khususnya Lampung, Aceh, Bengkulu dan Riau, sementara 700 diantaranya tinggal di luar habitat asli mereka.
Menurut Effendy, gajah semestinya jangan dilihat sebagai faktor perusak, tetapi justeru perlu dijadikan sebagai "aktor"pembangungan.
"Konservasi dan pembangunan harus berjalan seiring, sehingga hidup gajah tetap terjamin sementara pembangunan juga berjalan," katanya.
Ia membantah bahwa pihaknya pernah mempertimbangkan rencana pengurangan populasi gajah dengan membunuh mereka yang sudah tua.
Effendy mengatakan, selain bisa digunakan sebagai atraksi wisata, gajah merupakan pekerja keras yang dapat dimanfaatkan, misalnya, sebagai pengganti traktor untuk bekerja di sawah.
Menteri Kehutanan baru-baru ini mengeluarkan instruksi agar gajah dipekerjakan di perusahaan HPH. Sejauh ini, tiga perusahaan HPH dan satu perkebunan sudah memenuhi instruksi tersebut, ujarnya.
Pusat Latihan Gajah di Way Kambas kini mempunyai 109 gajah yang siap dimanfaatkan. Para peminat hanya diminta untuk mengganti ongkos pendidikan gajah sebesar Rp7,5 juta per ekor, kata Kepala Subdit Konservasi Flora dan fauna PHPA Ir Tonny Soehartono.
Kebun binatang Jepang telah mengutarakan minat untuk mengadopsi sepasang Gajah dari Sumatra, dan permintaan Jepang itu kini sedang diproses pihak Departemen Kehutannan, demikian Tonny Soehartono. (T.RI4/PU08/24/09/94 15:26/RB2).
No comments:
Post a Comment