Jakarta,
20/4/1995 (ANTARA) - Pemerintah Irak menolak rancangan resolusi yang diajukan
Amerika Serikat kepada Dewan Keamanan (DK) PBB karena usulan mengenai ekspor
minyak Irak itu merupakan kedok untuk memperpanjang embargo, kata seorang
diplomat Irak.
Usulan AS yang disampaikan pada 24 Maret 1995 itu penuh kebohongan dan aturan-aturan yang mengancam kedaulatan Irak, menurut Mustafa M Taufik, Kuasa Usaha Kedutaan Irak di Jakarta, baru-baru ini.
Diplomat Irak itu mengharapkan
bantuan bangsa Indonesia untuk mendukung sikap Irak yang menentang rancangan
resolusi tersebut. Usulan AS yang disampaikan pada 24 Maret 1995 itu penuh kebohongan dan aturan-aturan yang mengancam kedaulatan Irak, menurut Mustafa M Taufik, Kuasa Usaha Kedutaan Irak di Jakarta, baru-baru ini.
"Kami mengimbau saudara-saudara kami bangsa Indonesia untuk terus menegakkan dasar-dasar Pancasila yang mulia, khususnya dasar 'masyarakat yang adil dan beradab'," kata Mustafa M Taufik pada acara ramah-tamah dengan beberapa wartawan Indonesia.
AS mengajukan rancangan resolusi yang isinya mengizin- kan Irak mengekspor minyak senilai satu milyar dolar AS maksimal selama tiga bulan.
Usulan itu menyebutkan agar PBB mengatur proses penju- alan minyak Irak termasuk cara pembayaran dari negara pembeli serta pembelanjaan uang hasil penjualan minyak Irak itu.
Menurut AS, sebagian besar uang hasil penjualan minyak Irak tersebut harus digunakan untuk membiayai kegiatan- kegiatan PBB di Irak, termasuk untuk ganti rugi akibat perang Teluk, inspeksi atas persenjataan Irak dan pengawa- san embargo dan ekspor terbatas minyak Irak.
Uang tersebut juga akan digunakan untuk membiayai kegiatan Program Kemanusiaan PBB di bagian utara Irak. PBB menyatakan wilayah itu sebagai 'no fly zone' (daerah bebas terbang) bagi pesawat-pesawat pemerintah Irak karena dae- rah bagian utara Irak tersebut banyak dihuni separatis Kurdi yang ingin memisahkan diri dari Pemerintahan Saddam Husein.
"Hal ini berarti PBB ingin memisahkan wilayah utara Irak dan merupakan ancaman bagi kedautalan Irak," kata Mustafa.
Sisa hasil penjualan minyak itu boleh digunakan untuk membeli obat-obatan serta alat-alat kesehatan bagi rakyat Irak, yang menderita akibat embargo ekonomi yang diberla- kukan oleh PBB kepada Irak seusai perang Teluk.
"Berarti setiap orang di Irak hanya menerima tujuh dolar (sekitar Rp 15.000) setiap bulan dari penjualan minyak Irak itu. Jatah bantuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada rakyat jauh lebih besar dari jumlah itu," kata Kuasa Usaha Irak yang telah bertugas di Jakarta selama dua tahun terakhir.
Menurut Mustafa, AS melalui usulan tersebut berusaha menutupi kenyataan bahwa satu-satunya cara untuk mengakhi- ri penderitaan rakyat Irak adalah dengan mencabut embargo. (T-ri4-LN04/12:30/re3)
No comments:
Post a Comment