Jakarta, 8/12/1993
(ANTARA) - Intifadah merupakan revolusi penting dalam sejarah perjuangan
bangsa Palestina terbukti dengan keberhasilannya 'memaksa' Israel
berunding dengan Palestina, ujar Dubes Palestina untuk Indonesia, Ribhi
Awad.
Sumbangan penting Intifadah lainnya adalah mendorong masyarakat internasional untuk segera mewujudkan penyelesaian masalah Palestina secara politis, ujar Dubes Awad kepada ANTARA di Jakarta Selasa, dalam pernyataannya untuk menyambut peringatan tahun keenam Intifadah.
Intifadah menyadarkan dunia akan
perlunya mengakui hak-hak bangsa Palestina, misalnya untuk bernegara
sendiri dan hak pengungsi untuk kembali ke tanah kelahirannya, ujarnya. Sumbangan penting Intifadah lainnya adalah mendorong masyarakat internasional untuk segera mewujudkan penyelesaian masalah Palestina secara politis, ujar Dubes Awad kepada ANTARA di Jakarta Selasa, dalam pernyataannya untuk menyambut peringatan tahun keenam Intifadah.
Gerakan Intifadah muncul di tengah-tengah perubahan tatanan dunia karena runtuhnya Uni Soviet, yang dulunya merupakan pendukung Palestina. Tatanan dunia baru itu merupakan pula awal dominasi AS, sebagai satu-satunya negara adidaya di dunia, jelas Ribhi Awad.
Ia berpendapat bahwa perkembangan tatanan dunia itu semakin menambah kesombongan Israel sebagai instrumen politik AS.
Intifadah bangsa Palestina muncul di saat negara- negara Arab melemah akibat pertentangan beberapa negara di Timur Tengah, seperti perang Irak-Iran, kata dubes itu.
Dilancarkan pertama kali 9 Desember 1987 di Jalur Gaza, Intifadah merupakan revolusi spontan rakyat Palestina untuk melawan pendudukan Israel.
Sejak itu, sedikitnya 1.147 orang Palestina tewas di tangan tentara Israel maupun pendatang Yahudi yang dipersenjatai, dan sekitar 18 orang Israel terbunuh.
Sengatan listrik
Berhasil menggoncang perekonomian maupun keamanan Israel melalui demonstrasi, mogok dan perlawanan fisik dengan senjata seadanya, termasuk batu, Intifadah, menurut Dubes, bagaikan sengatan listrik tegangan tinggi bagi Israel dan memaksa bangsa Yahudi itu untuk mencari jalan guna menghindarinya.
Jalur Gaza, yang menurut rencana akan segera dikembalikan kepada bangsa Palestina oleh Pemerintah Israel, merupakan 'neraka' bagi bangsa Yahudi karena gencarnya serangan pejuang Palestina di daerah itu.
Berkat Intifadah pula, kekejaman Israel, yang oleh Barat disebut sebagai negara paling demokratis di Timur Tengah, sampai ke rumah-rumah pemirsa TV di seluruh dunia.
Untuk mematahkan Intifadah, tentara Israel antara lain membantai anak-anak Palestina yang turut turun ke jalan melempari tentara Israel dengan batu. Tentara juga mematahkan lengan mereka, membomi rumah-rumah pejuang Palestina, menutup sekolah-sekolah, merusak tempat peribadatan dan rumah sakit serta merampas harta rakyat Palestina.
"Semua kejahatan itu dilakukan di depan mata PBB serta anggota Dewan Keamanannya, tapi mereka tak mampu menghentikan keganasan dan agresi Israel," tegas Awad.
Rakyat Palestina di daerah pendudukan sadar bahwa tanpa perlawanan sengit terhadap penjajahan Israel, mereka tak mungkin dapat mewujudkan kemajuan dalam memperjuangkan nasib negerinya, apa lagi bila hanya menunggu pertolongan orang lain, jelasnya.
Dubes menyatakan penghargaannya kepada Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, yang juga ketua Gerakan Non-Blok, atas dukungan penuh untuk perjuangan bangsa Palestina.
"Dukungan dan peranan Indonesia sangat efektif. Bangsa Palestina dan para pimpinannya sangat berterima kasih atas bantuan tersebut," ujar Ribhi Awad. (T-RI4/LN01/18:28/RE2/ 7/12/93 20:39)
No comments:
Post a Comment