Kyoto, 19/3/2003
(ANTARA) - Banyak janji-janji dan komitmen telah dibuat untuk membantu
penduduk miskin dan mengurangi jumlah kemiskinan sejak puluhan tahun
terakhir, tapi hingga kini janji-janji tersebut belum terwujud, menurut
Jan Pronk, mantan menteri kerjasana pembangunan Belanda.
"Janji tinggal janji! Globalisasi merupakan salah satu faktor penyebab gagalnya mewujudkan janji dan komitmen membantu penduduk miskin tersebut," tegas Jan Pronk dari Dewan Kerjasama Sanitasi dan Suplai Air pada pertemuan tentang "Air dan Kemiskinan" di Forum Air Sedunia ke-3, di Kyoto, Rabu.
"Janji tinggal janji! Globalisasi merupakan salah satu faktor penyebab gagalnya mewujudkan janji dan komitmen membantu penduduk miskin tersebut," tegas Jan Pronk dari Dewan Kerjasama Sanitasi dan Suplai Air pada pertemuan tentang "Air dan Kemiskinan" di Forum Air Sedunia ke-3, di Kyoto, Rabu.
Menurut Pronk, globalisasi telah menghambat penduduk miskin untuk mendapatkan hak-hak mereka yang mendasar, seperti air bersih, dan pekerjaan.
"Globalisasi lebih mementingkan penduduk kelas menengah, sehingga penduduk miskin tersisih dari agenda-agenda penting. Globalisasi juga telah melindas prinsip pembangunan berkelanjutan," katanya.
Dia mengimbau agar Forum ini dapat memperkuat komitmen untuk segera melakukan tindakan nyata, dengan belajar dari pengalaman-pengalaman yang ada dan melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan mencontoh keberhasilan yang telah dicapai dalam skala yang lebih besar dan lebih luas.
Menurut Presiden Bank Pembangunan Asia (ADB) Tadao Chino dalam pidato pembukaannya, potensi investasi suplai air bersih sebagai alat untuk mengurangi kemiskinan dan membangun kehidupan yang berkelanjutan belum sepenuhnya disadari oleh banyak orang.
Investasi di sektor air untuk penduduk miskin perlu difokuskan pada tiga hal, yaitu pelayanan suplai air untuk minum, sanitasi dan kebersihan; suplai air untuk usaha yang produktif dan berkelanjutan seperti irigasi dan pengelolaan ekosistem; dan pencegahan serta pengurangan dampak negatif bencana alam yang menyangkut air, seperti banjir dan kemarau.
Hampir dua pertiga penduduk termiskin dunia tinggal di wilayah Asia dan Pasifik dan suplai air bersih merupakan masalah yang sangat serius. KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg, September 2002, telah menetapkan target untuk mengurangi separuh jumlah penduduk yang tidak mendapatkan akses untuk memperoleh air bersih dan sanitasi pada tahun 2015, dan akan mewujudkan tersedianya air bagi semua orang pada tahun 2025.
Kisah sukses
Sebuah kisah sukses mengenai hubungan suplai air bersih dan perbaikan nasib penduduk miskin disampaikan oleh Shakeel Khan dari Proyek Suplai Air Pedesaan di Propinsi Punjab, Pakistan, di depan peserta pertemuan itu.
"Setelah penduduk desa tersebut terjangkau pelayanan suplai air bersih, jumlah anak yang masuk sekolah naik 70 hingga 90 persen, jumlah anak-anak yang meninggal dunia karena diare turun hingga 90 persen, dan pendapatan rumah tangga mereka naik sekitar 25 persen," ujar Shakeel.
Dia menjelaskan bahwa sebelumnya, perempuan dan anak-anak harus menghabiskan waktu hingga enam jam sehari untuk mengambil air di tempat-tempat yang jauh, sehingga kesehatan mereka sangat buruk dan tidak punya waktu untuk usaha yang produktif.
Masalah hubungan suplai air bersih dan kemiskinan merupakan salah satu tema utama yang dibahas dalam 17 sesi pada Forum yang berlangsung di Kyoto, Osaka, dan Shiga, dari tanggal 16 hingga 23 Maret 2003 ini.
Program Inisiatif Air dan Kemiskinan yang dikoordinasi oleh ADB menawarkan enam hal yang harus dilakukan untuk menanganinya, yaitu: melaksanakan pengelolaan air yang menguntungkan bagi penduduk miskin; meningkatkan akses untuk mendapatkan pelayanan air bersih; peningkatan tingkat ekonomi dan perbaikan kualitas hidup penduduk miskin; meningkatkan pemberdayaan dan kemampuan masyarakat; mencegah dan mengurangi dampak bencana alam; dan mengelolah lingkungan hidup. (E-mail. F001/H-RN/M017)
No comments:
Post a Comment