Kyoto, 17/3/2003
(ANTARA) - Begitu pentingkah air bagi makhluk hidup sehingga Putra
Mahkota Belanda Pangeran Willem-Alexander menegaskan di depan peserta
Forum Air Sedunia (3rd World Water Forum - WWF) ke-3 di Kyoto, Jepang,
bahwa tidak ada masa depan jika tidak ada air?
Air yang merupakan "sumber" kehidupan tersebut kini sedang terancam berbagai masalah serius, dari pencemaran, kelangkaan air maupun bencana alam akibat dampak perubahan iklim.
Air yang merupakan "sumber" kehidupan tersebut kini sedang terancam berbagai masalah serius, dari pencemaran, kelangkaan air maupun bencana alam akibat dampak perubahan iklim.
Peringatan mengenai krisis air itu lah yang digaungkan ke penjuru dunia oleh Forum yang diselenggarakan oleh Dewan Air Dunia (World Water Council - WWC) bekerjasama dengan Pemerintah Jepang ini.
"Air bersih merupakan salah satu tantangan terberat pada abad ke-21 ini," ujar Presiden WWC Dr. Mahmoud Abu-Zeid, yang juga menteri sumber daya air dan irigasi Mesir dalam pidato sambutannya pada acara pembukaan Forum di Balai Sidang Kyoto, Minggu.
Satu dari empat orang di seluruh dunia kini kesulitan untuk mendapatkan air minum yang bersih, dan satu dari tiga orang tidak memperoleh sanitasi yang memadai.
Sepertiga jumlah penduduk, atau sekitar 2,7 milyar orang akan mengalami kekurangan air yang serius pada tahun 2025, kata Abu-Zeid. Pada pertengahan abad ini, diperkirakan sekitar tujuh milyar orang di 60 negara akan menghadapi kelangkaan air.
Dua puluh tahun mendatang, penduduk dunia mungkin hanya dapat menikmati 30 persen suplai air dari yang dapat mereka nikmati sekarang.
PBB dalam KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg, Afrika Selatan, September 2002 lalu, telah menetapkan target untuk mengurangi separuh dari jumlah mereka yang tidak mempunyai akses untuk mendapatkan air bersih pada tahun 2015.
Target yang lebih ambisius lagi adalah untuk memastikan bahwa pada tahun 2025, semua orang bisa memperoleh air bersih.
Guna mengantisipasi masalah krisis air ini, Abu-Zeid menyarankan untuk memberi prioritas bagi empat hal: pertama, menyusun kode etik baru bagi pengelolaan dan penggunaan air di seluruh dunia; kedua, membentuk sebuah dana air dunia; ketiga, memasyarakatkan arti air bagi perdamaian dan keamanan dunia; dan keempat, perhatian penting harus diberikan kepada negara-negara berkembang.
Forum yang berlangsung delapan hari itu (16-23 Maret 2003) dihadiri oleh sekitar 10.000 peserta, termasuk sekitar 150 menteri dan beberapa kepala negara. Forum ini dibagi menjadi 337 sesi pertemuan yang membahas tema-tema penting seperti hubungan air dan perubahan iklim, kemiskinan, budaya, lingkungan hidup dan keamanan pangan.
Indonesia mengirim delegasi yang cukup besar pada pertemuan penting ini, yang terdiri dari, antara lain, menteri pemukiman, prasarana dan wilayah, menteri pertanian dan sejumlah dirjen dari beberapa kementerian.
Sementara yang mewakili LSM Indonesia antara lain dari INFID, IFOG (Indonesian Forum on GLobalization) dan Serikat Pekerja PAM Jaya.
Lebih banyak orang, sedikit air
Dua puluh tahun mendatang, jumlah penduduk dunia akan meningkat dari enam milyar, menjadi sekitar 7.2 milyar orang, sementara persediaan air akan menurun hingga sepertiga dari yang ada sekarang, menurut WWC.
Begitu pentingnya air bagi kehidupan, jutaan nyawa bisa melayang jika tidak mampu memperoleh air bersih. Sekitar tujuh juta orang meninggal karena mengkonsumsi air yang tidak bersih. Korban tersebut termasuk sekitar 2,2 juta anak-anak di bawah lima tahun.
Air dan sanitasi juga tak terpisahkan. Sekitar 2,4 milyar orang tidak dapat menikmati sanitasi yang memadai, sehingga 6000 anak-anak, yang di rumahnya tidak mempunyai WC, meninggal setiap hari akibat diare.
Salah satu faktor yang memperparah masalah air adalah perubahan iklim yang memacu musim kemarau menjadi lebih kering dan panjang, dan sebaliknya musim hujan menjadi lebih "basah" sehinga banjir di mana-mana.
Sekitar 1,5 milyar orang menderita akibat banjir di seluruh dunia, dari tahun 1971 hingga 1995, atau sekitar 100 juta orang per tahun. Lebih dari 300.000 orang di antaranya meninggal dunia, dan 81 juta orang kehilangan tempat tinggal.
Perubahan iklim juga dituding sebagai penyebab hilangnya sejumlah jenis hewan dan tanaman, yang akhirnya akan menurunkan produksi pangan secara global. PBB memperkirakan setengah jumlah penduduk dunia akan tinggal di daerah yang rawan banjir akibat iklim yang menjadi makin ekstrim tersebut pada tahun 2025.
Pada sesi pertemuan bertema "Air, Pangan dan Lingkungan", seorang pakar memperkirakan bahwa 1,4 milyar orang tinggal di wilayah yang airnya bermasalah karena lingkungan hidupnya terganggu.
Informasi dan data kelabu tersebut didengungkan dengan lantang dalam Forum ini karena sebagian orang menganggap air akan selalu tersedia dan ada untuk semua orang, bahkan mungkin sepanjang masa. Tapi kenyataannya tidak, air cukup rentan terhadap berbagai masalah.
"Impian" bahwa Bumi memiliki air yang cukup bagi semua orang tersebut mungkin saja menjadi nyata, namun mulai sekarang semua pihak harus bekerja keras dan mengubah cara pandang, serta sikap dalam pengelolaan dan penggunaan air sehingga air dapat dihemat dan dinikmati secara berkelanjutan, menurut Pangeran Willem. (T/f001/B/J006) 17/03/:3 11:55 1703031136 NNNN
No comments:
Post a Comment